|
Add caption |
Judul buku : Aneka Budaya Tionghoa Kalimantan Barat
Penulis : Lie Sau Fat/ X.F.Asali
Penerbit : Muare Public Relation
Tahun : 2007
Halaman : 159 Halaman
Peresensi : Sugeng Mulyono
Secara
internal, masyarakat Tionghoa yang ada di Kalbar terdiri atas dua suku
besar, yakni Tio Ciu dan Hakka atau Khek. Kedua suku itu dikaruniai
profesi yang sangat bertolak belakang. Masyarakat Tio Ciu, katanya,
ditakdirkan bakat berdagang. Pengusaha besar yang tersebar di mana-mana
umumnya berasal dari suku itu. Mereka mulai datang ke Kalbar pada awal
abad 18 sebagai pedagang, kemudian langsung menyebar serta berdagang di
Kota Pontianak. Sedangkan, orang Hakka kebanyakan menggeluti bidang
antara lain, kerajinan, pertanian, peternakan, nelayan, jahit, rumah
makan, buruh, pengemudi, dan pendidikan. Pilihan profesi ini, sebab
manusia Hakka selalu menghindari diri dari risiko utang dan sejenisnya.
Tradisi
budaya Tionghoa memang sangat beragam dan tradisi itu sendiri sudah
lama mengakar. Banyak sudah berbagai macam cerita yang mengulas tentang
budaya Tionghoa di Kalbar.
Buku Aneka Budaya Tionghoa Kalimatan
Barat yang ditulis Lie Sau Fat atau lebih dikenal X.F.Asali, merupakan
satu bagian dari ribuan cerita yang menggambarkan kehidupan masyarakat
Tionghoa di Kalimantan Barat. Buku yang bersumber dari berbagai resume
media, paling tidak dapat menjadi sebuah kunci proses penyebarluasan
kebudayaan termasuk proses komunikasi antar budaya. Dan proses ini
merupakan langkah konkrit yang penggalian kearifan lokal yang seakan
terbenam oleh pengaruh globalisasi. Budaya Tionghoa yang telah ada
beberapa abad sebelumnya, kini menjadi budaya plural dengan menjadi
bagian khazanah budaya Indonesia.
Budaya Tionghoa begitu komplek,
mulai dari lahir, menikah, hingga meninggal tidak lepas dai perhatian,
dan hal ini sangat menimbulkan budaya yang unik dan menarik.
Di
kalbar (Sie Pho Lo Cou) komunitas tionghoa sudah ada sejak abad ke 13
dengan ditandai adanya mangkok, cangkir, pot, meja dan keramik bermotif
cina buatan abad XIII (Dinasti MING 1368 – 1644). Pada masa Dinasti
Ming, Laksamana Cheng Ho (saudagar cina Kalbar menyebutnya Sam Po Kung)
seorang Tionghoa muslim dari suku Hui daerah bagian propinsi Yunnan,
sebanyak tujuh kali melakukan expedisi pelayaran ke Nan Yang (Samudera
Selatan – kini dinamakan lautan cina selatan).
Budaya Tionghoa
yang ada di Kalbar menjadi menarik dan beragam dengan kekhasnya. Tradisi
tersebut itu sudah mengakar dan dilakukan secara turun temurun.
Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Buku aneka budaya
Tionghoa Kalbar menggambarkan beberapa budaya Tionghoa yang berkembang
pesat mulai tahun baru Imlek, penggambaran naga yang merupakan makhluk
tanpa sayap yang menjadi mitos Tionghoa tidak saja di Kalbar namun di
Indonesia. Dan yang paling menghebohkan adanya perayaan cap go meh (Cang
Njiat Pan) atau Yuan Shiau Ciek.
Buku ini hanya membatasi
pembahasannya pada salah satu suku besar kaum Tionghoa yakni Hakka atau
Khek dan merupakan suku penulis X.F. Asali.